Pada pelaksanaan Musyawarah Kabupaten (Muskab) Persatuan Menembak Indonesia (Perbakin) di Kabupaten Bogor tahun 2025, terjadi deadlock yang menjadikan situasi cukup menarik untuk disimak. Dua calon ketua, R. Taufik Hutagalung selaku incumbent dan Farid Ma’ruf, mendapatkan hasil yang imbang dalam voting yang dilakukan.
Mengundang perhatian publik, proses pemilihan berlangsung alot. Dalam voting kedua pun, hasil yang dicapai tidak berubah. Masing-masing calon hanya meraih dua suara dari empat peserta yang memiliki hak suara dalam Muskab tersebut. Kejadian ini menjadi fenomena yang perlu ditelaah lebih lanjut mengenai aspek demokratis dalam organisasi.
Proses Voting yang Alot dalam Muskab Perbakin
Saat pimpinan sidang memaparkan tata tertib pelaksanaan musyawarah, dinamika yang berlangsung menunjukkan kompleksitas dalam pemilihan. Satu dari lima klub menembak, yaitu Darussalam, memutuskan untuk mundur dari pemungutan suara. Keputusan ini otomatis mengurangi jumlah peserta yang berhak memberikan suara, sehingga hanya tersisa empat klub: Club Sayaga SC, Mandala SC, Eksekutif SC, dan Garuda Sakti SC. Ketidaklengkapan administrasi dua klub lainnya menjadikan situasi semakin rumit.
Dari sudut pandang organisasi dan kepemimpinan, insiden ini menyoroti pentingnya persiapan dan keterbukaan dalam musyawarah. Kepala Bidang Organisasi dari Pengprov Perbakin Jawa Barat, Dedi Suprapto, menjelaskan bahwa meskipun muskab belum mencapai hasil yang diharapkan, proses musyawarah yang diusung telah berjalan dengan demokratis. Dia juga mencatat bahwa situasi ini merupakan bagian dari dinamika yang ada dalam organisasi.
Langkah Selanjutnya dan Penyelesaian Konflik
Setelah berharap adanya hasil dari koordinasi dengan Pengurus Besar dan Pengprov Perbakin Jawa Barat, Dedi menekankan pentingnya untuk menentukan apakah akan diadakan musyawarah lanjutan atau pemilihan ulang. Selama fase penantian ini, pengurus di tingkat provinsi akan menunjuk caretaker untuk menjaga kelangsungan organisasi. Penunjukan caretaker ini akan memberikan waktu selama 60 hari untuk menyiapkan musyawarah lanjutan atau ulang, sesuai dengan SK yang ditetapkan. Jika waktu tersebut terlewat, kemungkinan besar pengprov akan mengambil alih kepemimpinan yang sedang tersedia.
Dedi juga mengemukakan bahwa calon ketua dalam muskab mendatang mungkin akan bertambah atau berkurang, tergantung pada keputusan yang diambil. Dalam konteks ini, terbuka kemungkinan adanya penjaringan ulang jika diperlukan. Namun, hal ini akan tergantung pada kesiapan dan keputusan calon-calon yang terlibat. Sementara itu, setiap peserta yang sempat mundur pada muskab pertama masih memiliki hak untuk menggunakan suara mereka, ataupun memilih untuk tetap mundur.
Secara keseluruhan, peristiwa ini menggambarkan dinamika pemilihan dalam organisasi yang cenderung menjadi kompleks ketika berbagai faktor berkontribusi pada keputusan. Proses ini tidak hanya mencerminkan tantangan dalam internal organisasi, tetapi juga bagaimana nilai demokrasi dapat dikembangkan melalui musyawarah yang terstruktur. Ke depan, bagaimana pengurus mengambil langkah untuk mengatasi deadlock ini akan menjadi sorotan penting yang dapat mempengaruhi arah dan perkembangan Perbakin di Kabupaten Bogor.