Kementerian Lingkungan Hidup serta Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) tengah berupaya serius untuk menangani masalah pencemaran udara yang semakin mendesak di wilayah Jabodetabek. Setelah melakukan pemantauan berkala, mereka menemukan bahwa kualitas udara di beberapa titik memang menunjukkan ketidak sehatannya, yang mengharuskan adanya tindakan nyata.
Hal ini dijelaskan oleh Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, yang tak hanya berkomitmen untuk memantau kualitas udara, tetapi juga memastikan bahwa semua sumber emisi pencemar udara diawasi dengan ketat. Data dari Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien (SPKUA) memperlihatkan angka Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) di sejumlah lokasi sepanjang periode 1 April hingga 12 Juni 2025 sudah mencakup kategori tidak sehat.
Analisis Kualitas Udara Jabodetabek
Pencemaran udara di Jabodetabek merupakan masalah serius yang telah diperhatikan oleh banyak pihak. Data menunjukkan bahwa di Bekasi, titik seperti Kayu Ringin mencatatkan 19 hari dalam kategori tidak sehat. Sementara itu, di DKI Jakarta, beberapa lokasi seperti Kelapa Gading dan Bundaran HI menunjukkan 7 hingga 33 hari dalam kategori serupa. Kondisi ini bukan hanya menjadi perhatian Menteri, tetapi juga masyarakat umum.
Dari hasil pengamatan, KLH/BPLH mengidentifikasi berbagai sumber utama pencemaran udara, mulai dari emisi kendaraan yang mencapai 32-57 persen, diikuti emisi dari industri yang berbahan bakar batubara sebesar 14 persen, pembakaran sampah, hingga debu konstruksi. Pihak KLH/BPLH juga menerbitkan Surat Edaran Nomor 07 yang menjadi panduan bagi semua stakeholder dalam melakukan mitigasi pencemaran.
Strategi Mitigasi dan Implementasi Kebijakan
Untuk mengatasi masalah emisi dari sektor transportasi, KLH/BPLH mendorong pengadaan bahan bakar rendah sulfur yang setara Euro-4. Upaya ini melibatkan surat resmi kepada kementerian terkait, serta pengawasan di lapangan seperti kunjungan ke Kilang Balongan. Selain itu, uji emisi kendaraan pun diperketat mengandalkan dukungan berbagai pihak seperti Polri dan pemerintah daerah. Implementasi penanaman pohon juga dilakukan untuk menyerap polutan di kawasan-kawasan tol.
Selanjutnya, untuk sektor industri, KLH/BPLH menerapkan kewajiban bagi industri untuk menggunakan sistem pemantauan emisi berkelanjutan. Penggunaan teknologi ini diharapkan dapat menekan angka pencemaran yang dihasilkan. Inspeksi langsung dilakukan terhadap berbagai tenant industri dan beberapa industri bahkan sudah diproses hukum lantaran pelanggaran. Untuk menangani pembakaran terbuka, KLH/BPLH telah menerbitkan Surat Edaran yang menekankan larangan tersebut, dan hukuman pun siap diterapkan bagi yang melanggar.
Dengan adanya berbagai langkah konkret ini, KLH/BPLH berupaya untuk mencapai udara bersih yang menjadi hak semua masyarakat. Ainun Rahmayanti, seorang warga di Jakarta, menegaskan pentingnya inisiatif ini, menyatakan bahwa setiap individu berhak mendapatkan udara yang bersih dan sehat. Apalagi dengan adanya kondisi kesehatan yang rentan akibat polusi. Upaya ini tidak hanya demi generasi sekarang tetapi juga bagi anak cucu di masa depan.
Rencana tindakan ini menunjukkan adanya keseriusan dari pemerintah dalam menangani pencemaran udara. Masyarakat juga diimbau untuk berperan aktif dalam menjaga kualitas udara, misalnya dengan mengurangi kegiatan luar ruang pada hari-hari dengan ISPU tinggi serta menggunakan masker khusus di saat diperlukan. Kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan berkelanjutan.